Wednesday, July 14, 2010

Wisata ke Kota Tua: Museum Bank Mandiri

Kali ini aku mau cerita ttg jalan2 ke Kota Tua. Mungkin sudah banyak ya yang sudah jalan2 ke sana, tapi sapa tau ceritaku bisa menambah serunya cerita2 main di sini.
Aku pergi bertiga, dengan Rahma dan Azki. Ayahnya Azki jaga rumah, karena sudah menanda-tangani kontrak eksklusif untuk beres2 rumah, hehehe..

Kami berangkat dari rumah agak kesiangan karena suatu hal. Dan itu cukup merusak mood-ku. Ah tapi mau jalan2 kok malah marah2 sih..ya wes disabar2in aja. Karena hari Minggu, bis Transjak rame banget! Kebanyakan calon penumpang mau naik bis jurusan Pulogadung. Yang jurusan Harmoni agak kosong. Ternyata..sampe Harmoni…buanyaaakk banget calon penumpang yg mau naik bis jurusan Ancol. Fyuuhh, untung aku samsek ga pengen ke Ancol dan sekitarnya. Hihihi, padahal Rahma pengen banget naik Histeria. Ih, ga kebayang deh ngantrinya. Lagipula kalo menurut kalkulator ibunya Azki, dengan harga tiket sekitar Rp 160rb-an, akan rugi kalo cuma bs masuk 3-4 wahana, secara ngantrinya yg luar binasa itu. Namanya juga DUFAN, alias Dunia Fanatik ANtri, hehehe.. Hmm,,sorry ya :p mendingan kliling Kota Tua deh

Yak lanjut ceritanyo yo.. Selama di bis, Azki seperti biasa menghabiskan waktu dengan tidur..Pas udah hampir sampai Harmoni, giliran ibu yang ketiduran. Hasilnya, Azki membangunkan ibu dengan cara mencolok mata ibu. Huhuhu..jail deeeh,, bbrp penumpang di sebelah ketawa geli. Bis arah Kota tnyata rame juga. Karena ibu menggendong batita, maka dapet privilege untuk mengantri paling depan. Sampe di dalam bis juga dapet kursi. Aih senangnya gendong anak.. Klo lain kali pas ga bawa anak tp pengen duduk, samber aja bayi calon penumpang yang lagi ngantri, heheheh…

Seumur hidup baru sekali ini melintasi Kota. Ternyata ada kawasan pecinan juga di sini. Lain kali pengen mampir ke GAN ah, di daerah Gajah Mada. GAN, alias Gedung Arsip Negara. Sampai di Halte Kota, ternyata kita bisa melihat façade Stasiun Kota yang berhadapan dengan Museum Bank Mandiri. Façade si stasiun khas banget bangunan jaman kolonial, dengan bidang lengkungnya. ‘aku juga bertanya2 kenapa façade stasiun kuno pasti gini’:


Eits, ngga bs langsung nyebrang jalan lho, klo mau ke museum ataupun stasiun. Kita harus menuruni spiral ramp seperti ini:

Berada di ramp ini suasananya koq mirip sunken court di kampus ya? Mungkin karena warnanya yg mirip. Nah, di ujung bawah ramp, ada signage, arah stasiun dan arah bank Mandiri. Ambil yang arah BM ya..Di ujung lorong, kita naik tangga lagi *hosh hosh…*

Keluar dari situ, putar arah lewat trotoar, dan bertemulah dengan main entrance Museum Bank Mandiri (MBM). Sampailah kita ^_^

Ada semacam ruang loket di mana kita harus mencatatkan kedatangan kita. Tiketnya? Kemarin kami ngga bayar. Sebetulnya yg dapet gratisan tiket itu bagi mereka yang masih pelajar ataupun nasabah Bank Mandiri. Tapi entah kenapa kami, ga ditanya macem2, langsung dibilang ga perlu bayar dan disuruh menitipkan tas di loker. Cuma boleh bawa brg2 berharga. Aneeh… sepertinya hampir semua museum yg aku tau menerapkan harga obral, murah meriah! Kecuali museum batik Ullen Sentalu (Kaliurang, Sleman) dan museum batik Danar Hadi (Solo). Setelah dicerna, kesimpulannya,,murah aja susah narik pengunjung apalagI kalo mahal. Tapi selain museum yang tiketnya mahal malah rame pengunjung tuh,,,wah jan anomali tenan iki :p

Di pintu utama kami dicegat pria berseragam tentara. Aih, syeremm, tapi biarpun serem, minta foto bareng dong meneer..:


Setelah itu baru deh masuk ke ruang utama, yang isinya koleksi mesin2 pencatat transaksi. Berbagai macam mesin ketik, mulai mesin ketik huruf sampai mesin ketik khusus angka untuk mengetik nomor rekening dipajang di sini. Ini beberapa contohnya:



Masih banyak ruangan2di lantai dasar ini, ada ruang dokumen, ada pula ruang2 yang menyimpan koleksi mesin2 yang dipakai pada akhir 1980 hingga awal 1990.


Puas dengan puter2 di lantai dasar, kami naik ke lantai dua. Untuk naik ke lantai dua, bisa menggunakan lift atau tangga. Aku pilih tangga, agar bisa melihat dari dekat kaca patri yg menjadi ornamen façade.


Ruang2 di lantai dua ternyata lebih membuatku bingung. Mungkin seharusnya menenteng peta ya, biar ga disorientasi, hehehe…selain ruang2 yang diakses dari dalam bangunan, ternyata ada beberapa ruangan yang harus diakses dari selasar luar, di antaranya adalah perpustakaan dan ruang edukasi. Kami ngga sempat masuk ke sana karena selama berjalan-jalan di selasar, Azki sempat melongok ke inner court dan melihat ada sejengkal playground dengan ayunan dan perosotan di sana:



Waah,…langsung jerit2 minta turun ke sana. Ngga jadi deh masuk perpusta-kaan. Karena terburu-buru, kami sempat salah arah nyari tangga turun. untungnya siang, coba kalo malem..jangan-jangan aroma spooky menyebar di sini, hehehe..Ngomong2 soal spooky, di bawah ini ada gambar lorong menuju toilet. Toiletnya ada di ujung yg gelap itu:

Ya ampuun, intensitas cahayanya bikin perasaan kebelet-ku hilang seketika :D
Akhirnya sampai juga di inner court. Langsung Azki minta naik ayunan. Ibunya cukup jadi juru foto aja..Sepertinya Azki paling suka naik perosotan. Cukup satu kali diarahkan naik tangga dan dipegangi saat meluncur, berikutnya sudah menolak segala bantuan. Syukurlah, ibu bisa leyeh2 bentar :p ada untungnya punya anak nekat kaya Azki, hihihi…


Enaknya nongkrong di inner court adalah angin cukup terkonsentrasi di daerah ini. Belum lagi banyak pohon. Tapi hati2 di pohon besar, suka ada penunggunya yg lagi tidur, kaya yang ini nih:


Karena sudah jenuh, kami memutuskan keluar kompleks MBM dan berjalan ke arah Museum Bank Indonesia (MBI) tepat di sebelah MBM. Tapi karena melihat Azki sedikit loyo, kami makan snack dulu di emperan MBI. Kasian amaat…harusnya makannya di playground MBM aja.
Karena udah siang, sekitar jam 13.00, kami memutuskan pulang saja. Ngga jadi masuk MBI, apalagI melanjutkan ke Museum Fatahillah. Hal ini atas pertimbangan karena kami naik kendaraan umum, mana pas hari Minggu pula, aku prediksikan antrian bus bakal panjang. Yo wes, kapan2 aja ke Museum Fatahillah. Sebetulnya pengen berfoto di depan si Jagur, dan melihat jejak kaum Freemason di Batavia.

And as predicted before,,, antrian tiket bis transjak panjang banget. Di saat sepanas itu, tiba2 muncul spoiler yang menerobos antrian, alesannya :”saya buru2 Bu..” org kaya gini nih yang musti ditampolll….


Akhirnya perjalanan Kota Tua berhenti sampai di sini. Ternyata setelah sampai di rumah, ada yg melanggar kontrak eksklusif membersihkan rumah..hikss..padahal sdh dioleh-olehi Bread Talk satu kresek…

BTW, sampai sekarang masih terselip pertanyaan, kenapa barang ini ada di MBM? Apakah ini termasuk mesin dalam kegiatan perbankan?


6 comments:

Susi Susindra said...

Hahaha... butuh nyetrika uang kali, Bun.
Asyik banget ceritanya.

Lidya said...

bolak balik ke Kota lewatin museum itu tapi belum sempat mampir nih. btw mbak aku punya loh setrikaan itu tapi yang mini mainan maam ku dulu

edratna said...

Hahaha...saya malah belum pernah ke museum Mandiri...

"Bu..bu.....bangun dong...." kata Azki...
Hahaha, kayaknya enak banget ngegoler di banmgku

Dan kenapa ada setrika? Dulu saya setrikanya pakai setrika arang seperti itu, saat zaman listrik masih sulit dan terbatas keuangan.

Keke Naima said...

mungkin dulu supaya uang pada rapih2 hrs di detrika dulu. Hihihi...

mommy-azki said...

@all:rupanya jaman dulu ga ada alat press kertas ya?

@lidya n bu enny: ayo ayo main ke museum dan Kota Tua :)

@bu enny: hembusan AC busway benar2 membuat saya terlena,hehehe

Anonymous said...

huhuhu... senangnyaaa saat azki bertualang di kota tua, alfis bertualang keliling jkt. Mulai dari jalan sriwijaya, ragunan, terakhir pondok kopi...ahh kapan ya bisa playdate??